Rabu, 10 September 2008

PENILAIAN NILAI ARSIP DAN PERUMUSAN JRA (JADWAL RETENSI ARSIP) UNTUK PELESTARIAN DOKUMEN (kasus arsip Program Pascasarjana IAIN Walisongo)

I. Pendahuluan
Volume arsip akan terus meningkat dari waktu ke waktu akibat adanya perkembangan dan keberlangsungan kegiatan tugas pokok dan fungsi suatu organisasi yang menciptakannya. Jumlah arsip yang terus bertambah akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru yang bisa sangat membahayakan atau menjadi onggokan sampah jika tidak dilakukan penanganan yang baik dan standar. Ancaman dan bahaya tersebut ditimbulkan karena di dalam arsip tersimpan semua memori bisnis dan seluruh kegiatan-kegiatan operasional, sehingga pengelolaan arsip merupakan hal yang sangat penting dan merupakan keniscayaan. Maka untuk kepentingan peningkatan efisiensi operasional, mau tidak mau arsip harus disusutkan.
Penanganan arsip perlu dilakukan dengan metode atau pendekatan tertentu, sehingga diperlukan analisis yang mendalam agar arsip-arsip dapat terpelihara dan memberikan manfaat yang maksimal bagi organisasi pembuatnya maupun pengguna lain sebagai bahan informasi yang mendukung dan sangat penting. Penyusutan arsip dilakukan setelah dilakukan penilaian terhadap nilai arsip. Arsip yang memiliki nilai guna rendah atau bersifat informasi biasa dapat segera dilakukan pemusnahan. Arsip dengan nilai informasi yang cukup tinggi dapat dipertahankan dan disimpan bahkan dilestarikan secara permanen, sebab berguna sebagai sumber sejarah, penelitian dan sebagainya.
Jadwal retensi arsip (JRA), merupakan salah satu teknis/metode yang biasa diterapkan dalam dunia kearsipan, JRA ini merupakan tahap analisis untuk membuat keputusan sampai kapan suatu arsip harus disimpan, atau jika diistilahkan dengan kehidupan maka dalam kegiatan JRA inilah penentuan daur hidup arsip dilangsungkan. JRA merupakan kegiatan manjemen kearsipan yang dipandang sangat berat karena disinilah keberlangsungan arsip ditentukan.

a. Latar belakang
Persoalan kearsipan di Program Pascasarjana IAIN Walisongo merupakan masalah yang perlu ditangani dengan segera. Selama ini arsip yang dihasilkan tidak pernah dilakukan pengelolaannya, sehingga berkas-berkas arsip hanya tersimpan tanpa pengendalian atau memakai alat kontrol/kendali. Biasanya arsip di Program ini disimpan dalam dua bagian umum, yaitu pertama arsip-arsip yang berkenaan dengan keuangan disimpan di bagian bendahara, dan kedua arsip-arsip dalam skala luas yang dihasilkan dari kinerja program, baik mengenai arsip yang muncul dari kegiatan pimpinan, kesekretariatan, perpustakaan, bahkan sampai pada ijazah, nilai transkrip dan arsip-arsip penting lainnya disimpan di bagian kesekretariatan. Maka yang terjadi adalah adanya penumpukan filing berkas arsipyang sangat besar, sehingga ketika suatu informasi dibutuhkan memerlukan waktu yang relatif lama untuk menemukannya kembali. Kendali tradisional yang dipakai hanya berdasarkan nomor pokok surat yang dibuat secara tahunan sehingga subyek/bidang kegiatan tertentu yang sama akan menyebar atau terpencar di filing berkas-berkas tersebut. Oleh karena itu, penyusutan arsip dan penilaian (appraisal) terhadap nilai guna arsip yang ada perlu dilakukan segera.
Sebuah penelitian di Australia dan Amerika Serikat menyatakan bahwa arsip statis yang layak dipelihara dan dilestarikan tidak kurang dari 10 %. Betty Ricks menggambarkan komposisi volume arsip suatu organisai sebagai berikut:
• 10 % arsip yang akan dilestarikan(statis)
• 25 % arsip dalam kategori aktif
• 30 % arsip memasuki masa inaktif
• 35 % arsip yang musnah (Ricks,1992: 101-102)


b. Fokus permasalahan
Permasalahan yang dijadikan titik pembahasan dalam makalah ini dapat disebutkan sebagai berikut :
1. bagaimana agar penyusutan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan dan ketentuan teknis yang berlaku?
2. bagaimana apraisal/penilaian terhadap arsip yang ada
c. Batasan masalah
Dalam makalah perlu diberikan pembatasan permasalahan, yaitu dengan merumuskan batasan-batasan yang pembahasannya. Adapun batasan masalah tersebut adalah:
• pertama, Arsip dalam pengertian ini ialah semua jenis naskah / dokumen / catatan / records yang prinsipnya berupa informasi terekam dalam bentuk dan corak apapun yang telah menjadi bukti pelaksanaan kegiatan/bukti transaksi/ penyelenggaraan kehidupan kebangsaan.
• Kedua, penilaian terhadap arsip
• Jadwal retensi arsip (JRA)

II. Tinjauan Teoritis
a. Definisi arsip
Rumusan yang umum mengenai pengertian arsip adalah rekaman informasi, tanpa memandang media atau karakteristiknya, dibuat atau diterima organisasi yang digunakan untuk menunjang operasional (Ricks, 1992: 3). Arsip dalam bahasa Indonesia sering disebut dengan istilah warkat, didefinisikan sebagai catatan-catatan tertulis non-published atau dalam catatan dalam bentuk elektronik baik dalam bentuk gambar ataupun bagan yang memuat kegiatan-kegiatan atau bisnis. Arsip adalah dokumen yang tercipta sebagai akibat atau hasil samping (by product) kegiatan yang dilakukan suatu organisasi atau individu dalam rangka menjalankan fungsinya dan sehari-hari masih digunakan dalam proses pelaksanaan fungsi tersebut. Rekod menunjang kegiatan organisasi maupun perorangan dan menjadi bukti dari aktivitas tersebut. Selain itu definisi lainnya dinyatakan dengan:
“All recorded information, regardless of media or characteristics, made or received and maintained by an organization or institution in pursuance of its legal obligation or in transaction of its business.”

Yaitu semua informasi terekam, apapun media atau karakteristiknya, yang dibuat atau diterima dan dipelihara oleh suatu organisasi atau lembaga/instansi dalam menjalankan kewajibannya menurut hukum atau pelaksanaan kegiatan bisnisnya.
Atas dasar pengertian diatas, maka yang termasuk dalam pengertian arsip itu misalnya: surat-surat, kwitansi, faktur, pembukuan, daftar gaji, daftar harga, kartu penduduk, bagan organisasi, foto-foto dan lain sebaginya. Arsip mempunyai beberapa fungsi bagi lembaga pembuatnya, yaitu pertama sebagai pusat ingatan/memori, kedua sebagai sumber informasi dan ketiga sebagai alat kontrol/pengawasan yang berperan penting bagi suatu organisasi dalam melakukan serangkaian kegiatan-kegiatan inti maupun pendukungnya dari tugas pokok dan fungsinya.
b. Daur Hidup Arsip
Daur hidup arsip pada dasarnya dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu penciptaan, distribusi, penggunaan, pemeliharaan dan disposal, dengan pada tiap-tiap fasenya terdapat unsur-unsur dan kegiatan-kegiatan didalamnya. Konsep daur hidup ini menyediakan starting-point yang berguna bagi program manajemen rekod. Pada dasarnya ketika sebuah arsip diciptakan seharusnya sudah tergambar keputusan kapan arsip tersebut akan disusutkan.(kennedy, 1994:6-7)
Arsip substantif memiliki daur hidup sejak berstatus aktif dimana memiliki nilai guna dan digunakan dalam proses operasional unit kerja, sampai menuju masa inaktif dimana nilai gunanya mulai menurun. Perjalanan arsip substantif berakhir pada saat penentuan nasib akhir, apakah disimpan menjadi arsip permanen atau dimusnahkan. Proses perpindahan nilai guna sampai pada penentuan nasib akhir tersebut melalui kegiatan yang disebut penilaian arsip.
Dari penilaian arsip maka akan ditentukan arsip dengan kategori arsip yang mempunyai nilai kontinuitas/ berlangsung terus menerus/ abadi yang akan menjadi arsip statis. Meskipun jumlah arsip yang dikategorikan statis kecil, tetapi mempunyai nilai informasi tinggi dan berguna bagi penelitian ilmiah, baik tentang aktivitas masyarakat, organisasi, individu, bangsa dan negara. Meskipun sedikit jumlahnya, karena mempunyai nilai informasi yang tinggi, maka keberadaannya harus senantiasa terpelihara dan terjaga kelestariannya. Manfaat dari memelihara arsip bagi suatu lembaga atau organisasi adalah karena :
• Arsip memberikan ingatan ;
• Menyediakan informasi tentang produk kerja, petunjuk kebijakan. informasi tentang kepegawaian/personalia dan keuangan ;
• Menyimpan informasi aktivitas organisasi dalam kaitan dengan aktivitas sosialnya ;
• Memberikan manfaat yuridis/legal dan layanan penelitian ;
• Menyediakan informasi berkaitan dengan hari jadi organisasi atau peringatan moment penting dan bersejarah bagi organisasi.

III. Pembahasan dan Analisis
a. Pengolahan Arsip
Pengolahan arsip merupakan kegiatan terpenting dari seluruh rangkaian kegiatan dalam manajemen arsip statis. Kegiatan ini biasa disebut dengan tahap inventarisasi arsip statis. Hasil dari pengolahan adalah terciptanya jalan masuk/acces terhadap arsip dengan wujud sarana temu balik arsip (finding aids). Sarana temu balik arsip ini dikenal dengan sebutan senarai arsip, Inventaris Arsip, guide, dan sebagainya.
Program Pascasarjana IAIN Walisongo selama ini belum pernah mengolah kegiatan kearsipannya dengan baik. Semua arsip yang diciptakannya secara otomatis akan diletakkan dalam filing dengan urutan nomor pokok surat sebagai kendalinya yang disusun berdasarkan tahun. Sehingga arsip-arsip dengan nilai atau bidang yang berbeda akan mengumpul menjadi satu filing, sehingga menimbulkan kesulitan yang tinggi dalam menemukannya. Inventarisasi hanya dilakukan dengan cara sederhana dengan menuliskan pada buku induk persuratan. Padahal dalam kegiatan inventarisasi terdapat dua prinsip yang bisa dijadikan pedoman, yaitu:
• Prinsip asal-usul (respect des fonds (Perancis), herkomst beginsel (Belanda), principle of provenance (Inggris/ Amerika). Menurut prinsip ini arsip dikelola berdasar asal-usul arsip/lembaga pencipta arsip yang mernmiliki otoritas tertinggi. Prinsip ini banyak dianut di kebanyakan negara. Untuk prinsip pertama ini, sebenarnya telah dapat diketahui pada saat arsip-arsip tersebut diakuisisi atau diserahkan oleh lembaga pencipta arsip. Lembaga pencipta yang menyerahkan arsipnya itulah yang menjadi provenance/fonds dari arsip tersebut
• Prinsip aturan asli (principle of original order (Amerika/lnggris). struktuur beginsel (Belanda). Menurut prinsip ini arsip harus diatur sesuai dengan aturan yang dipergunakan pada masa dinamisnya. Artinya penataannya harus sama dengan saat arsip-arsip tersebut berada di lembaga pencipta. Prinsip ini dapat diterapkan apabila ketika arsip diakuisisi atau diserahkan dalam keadaan teratur, atau minimal ada jalan masuk penemuan arsip saat dinamisnya. Umumnya arsip-arsip di Indonesia saat diserahkan/diakuisisi dalarn keadaan tidak teratur/kacau. Oleh karena itu, untuk menerapkan/ merekonstruksi sesuai prinsip ini sangat su!it dilakukan. Sehingga langkah/solusi yang dapat dilakukan adalah melakukan pendaftaran kembali arsip-arsip yang ada dengan cara mendeskripsi arsip ke dalam kartu fiches.
b. Penilaian Arsip (Records Appraisal)
Penilaian arsip merupakan proses awal dari kegiatan penyusutan dan dinilai sangat penting untuk menjamin terpeliharanya informasi yang memiliki nilai guna bagi perkembangan operasional unit kerja (ANRI, 2000). Penilaian arsip merupakan suatu kegiatan analisis informasi terhadap sekelompok arsip unit kerja untuk menentukan nilai guna dan jangka simpan dengan memperhatikan kaidah hukum dan kepentingan lainnya. Menurut The Society of Americant Archivist Committee on Terminology, penilaian arsip adalah proses penentuan nilai sekaligus penyusutan arsip yang didasarkan pada fungsi administratif, hukum , dan keuangan; nilai evidensial dan informasional atau penelitian; penataannya; dan kaitan arsip dengan arsip lainnya (Brichford, 1977:1).
Dalam hubungan ini persoalan dihadapkan pada kemampuan menganalisis dalam menentukan nilai guna dengan batasan kaidah yang berlaku dan keterkaitan arsip pada kepentingan sesuai peran isi informasi didalamnya. Di dalam penilaian arsip sendiri menurut Ricks, ada dua kegiatan yang harus dilalui, yaitu :
1. Seleksi arsip (records selection), yaitu kegiatan pengidentifikasian tentang arsip apa yang akan disimpan dan dipelihara; siapa pengguna arsip itu kelak: apa jenis arsipnya; apakah seluruh bentuk dan corak arsip yang ada pada instansi perlu disimpan, unit kerja mana yang paling banyak menghasilkan arsip yang penting dipelihara organisasi, dan sebagainya. Kemudian kegiatan penentuan tipe arsip (records type). Umumnya tipe arsip yang disimpan adalah kertas. Tetapi ada juga yang menyimpan arsip dengan media film, negatif foto, kaset, mikrofilm, mikrofis, atau cetak biru (blue print).
2. Penentuan nilai arsip, yaitu menentukan apakah arsip itu mempunyai nilai referensi/ informasi (reference value) atau nilai penelitian (research value) (Ricks. 1993: 309-310).
Peralihan rekod dari aktif menjadi inaktif terjadi melalui suatu proses yang tergantung dari kegunaan masing-masing rekod bagi kepentingan pelaksanaan pekerjaan . Jangka waktu dari aktif ke inaktif sepenuhnya tergantung dari masih perlu tidaknya rekod tersebut. untuk penyelesaian suatu urusan di unit kerja, jadi berbeda-beda. Ada yang lama berada pada tahap aktif, ada yang hanya untuk periode singkat. Rekod atau arsip inaktif pada suatu ketika menurun nilai gunanya dan sama sekali tidak dibutuhkan lagi. Saat itu harus diputuskan apakah rekod tersebut akan dimusnahkan atau disimpan selama-lamanya sebagai arsip permanen. Penentuan musnah atau simpan permanen dilakukan melaui proses penilaian (records appraisal). Arsip yang tidak tinggi nilai gunanya baik sebagai bahan pertanggungjawaban kegiatan organisasi maupun kepentingan lain, dimusnahkan. Arsip dengan nilai informasi cukup tinggi dipertahankan dan disimpan dan dilestarikan secara permanen, sebab berguna sebagai sumber sejarah, penelitian dan sebagainya. Yang dimaksud dengan arsip statis adalah arsip permanen ini. Dalam bahasa Inggris disebut archives, yakni: “The non-current records of an organization or institution preserved because of their continuing value”.
c. Jadwal retensi dan Disposal Arsip
Didalam menyajikan analisis isi informasi arsip, retensi atau jangka waktu penyimpanan mempunyai peran sangat penting. Jadwal Retensi Arsip (JRA) adalah sebuah bentuk daftar yang berisi jadwal tentang jangka waktu penyimpanan arsip sebagai pedoman dalam kegiatan penyusutan arsip (Deptan, 1997). Melalui jadwal retensi, petugas arsip atau staf administrasi dapat menentukan apakah arsip tersebut disimpan, dipindahkan atau dimusnahkan. Jadwal retensi dan disposal arsip adalah suatu daftar arsip pada suatu organisasi yang berisi petunjuk teknis bagaimana arsip-arsip diperlakukan/dibuang setelah diciptakan dan digunakan. Jadwal ini menerangkan seberapa lama arsip-arsip disimpan, termasuk arsip-arsip yang harus disimpan dalam jangka waktu yang tidak terbatas, jadwal tersebut memuat instruksi-instruksi kapan arsip-arsip dikirim ke tempat penyimpanan kedua, atau diarsipkan.
Program disposal dan retensi arsip memiliki dua komponen besar, yaitu : pertama pengembangan sebuah jadwal retensi dan disposal dan pengawasan-pengawasan yang berhubungan untuk pembuangan arsip. Dan kedua, pengidentifikasian dan penggunaan fasilitas dan sistem penyimpanan yang sesuai untuk arsip inaktif dan arsip-arsip yang memiliki nilai permanen(Kennedy,1994. hal.53)
Jadwal Retensi Arsip (JRA) merupakan alat yang amat penting dalam manajemen kearsipan, karena dapat memberi sumbangan nyata pada upaya peningkatan efisiensi operasional instansi dan memberi proteksi terhadap arsip yang karena memuat informasi bernilai guna tinggi agar dapat dilestarikan. Berbicara mengenai manajemen arsip sebenamya berbicara mengenai manajemen informasi yang mengendap pada suatu medium (bahan) materi, yang belum/tidak dipublikasikan (unpublished recorded information). Medium endapan informasi pelaksanaan kegiatan administrasi/bukti transaksi amat beragam, antara lain: berupa teks, gambar grafis, audio visual dan lukisan. Medium yang berupa kertas (paper based records) dikenal sebagai arsip konvensional, dan yang non kertas biasa dikenal sebagai arsip media baru, seperti pita/piringan magnetic, optik serta chemical based seperti film dan foto. Semua itu tercipta sebagai rekaman kegiatan pelaksanaan fungsi sesuatu instansi organisasi. Dengan demikian setiap upaya manajemen arsip harus mempertimbangkan, fungsi instansi organisasi, substansi informasi dan karakteristik mediumnya.
Dari aspek kebutuhan pengembangan budaya kerja, jadwal retensi arsip memiliki dua fungsi, yaitu sebagai subsistem manajemen peningkatan efisiensi operasional instansi dan pelestarian bukti pertanggung jawaban nasional serta pelestarian informasi pertumbuhan budaya bangsa. Adanya jadwal retensi arsip, menjadikan petugas arsip /arsiparis di instansi yang bersangkutan dapat secara langsung melakukan penyusutan arsip, secara sistematis berdasarkan pedoman yang sah. Dengan demikian peningkatan kecepatan akumulasi arsip dapat diimbangi dengan kelancaran peyusutan, sehingga hanya arsip yang bemilai guna sajalah yang disimpan. Hal ini akan bermuara pada efisiensi mencakup biaya sewa ruang penyimpanan, peralataan kearsipan, tenaga dan waktu yang diperlukan untuk penemuan arsip (retrieval) dan pada akhirnya mempercepat proses pengambilan keputusan oleh pimpinan instansi/perusahaan dengan tingkat akuntabilitas tinggi dan reliabilitas faktual. Hal penting dari manajemen arsip yang baik adalah bahwa unit kearsipan menjadi bagian fungsional manajemen instansi/perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi operasional. Dengan adanya pedoman penyusutan arsip sejak awal telah dapat dipantau dan dilakukan langkah penyelamatan bukti pertanggungjawaban nasional dan bukti prestasi intelektual berupa nilai budaya bangsa yang terekam dalam bentuk arsip. Bukti pertanggungjawaban dan prestasi budaya tersebut bukan saja bermanfaat bagi kepentingan penelitian sosial, budaya dan sejarah dalam rangka pembentukan kesadaran jati diri bangsa, melainkan yang terpenting justru memberikan dukungan data atau informasi dalam perumusan kebijaksanaan nasional.

d. Pelaksana analisa penilaian arsip
Dalam tradisi Barat kegiatan teknis penyusutan tersebut menjadi kompetensi profesi arsiparis/records manager, yang dalam pelaksanaan kerjanya dilengkapi dengan kemampuan teknis baku dan profesional. Dilengkapi dengan kriteria-kriteria teknis kearsipan, yang diantaranya adalah kriteria penyusutan dengan menghitung frekuensi penggunaan arsip, misalnyaInternational on Archives (ICA) rnelihat bahwa berkas yang hanya digunakan kurang dari enam kali dalam satu tahun dapat dianggap sebagai arsip inaktif. Sementara itu Association for Records Manager and Archivist (ARMA) menentukan kriteria bahwa berkas yang sama digunakan kurang dari sepuluh kali harus dianggap sebagai arsip semi aktif / semi current, dan bila kurang dari delapan kali harus dianggap sebagai arsip inaktif. Arsip demikian tidak boleh disimpan di ruang-ruang unit pengolah melainkan harus disimpan di tempat yang nilai ekonominya rendah, yang secara umum disebut Unit Kearsipan/Pusat Arsip/Records Center, sebagai arsip inaktif.
Persoalannya adalah bahwa di Indonesia tidak/jarang ditemukan tradisi menghitung frekwensi penggunaan berkas. Sering diperdebatkan pengertian mengenai istilah frekuensi penggunaan sangat menurun, sebagaimana dimaksud PP No. 34/1979, antara pihak Unit Pengolah dengan pihak petugas arsip/ arsiparis. Dalam situasi seperti tersebutada kecenderungan anggapan di Unit Pengolah, bahwa arsip yang masih sesekali digunakan dianggap masih aktif dan hanya arsip yang sudah tidak digunakan saja yang disebut inaktif. Akibat langsung dari kecenderungan ini ialah bahwa Unit Kearsipan diidentikkan dengan tempat penyimpanan sampah atau barang bekas, atau bahkan petugas arsip pada Unit Kearsipan ada atau tidak ada cenderung dianggap sarna saja. Untuk mengatasi hal tersebut, maka JRA sesuai dengan ketentuan PP No. 34/1979, sangat diperlukan sebagai pedoman penyusutan arsip yang keberadaan dan berlakunya merupakan kopetensi pimpinan instansi/ perusahaan.



IV. Kesimpulan

Program Pascasarjana IAIN Semarang selama itu tidak pernah melakukan pengolahan secara terstruktur terhadap arsip-arsip yang dihasilkannya. Oleh karenanya pencarian dan temu kembali terhadap arsip yang dibutuhkan menjadi tidak terkendali. Masalah ini seharusnya diatasi dengan dibentuknya semacam usaha pengendalian arsip, dengan menggunakan langkah-langkah yang sistematis dan standar, sehingga masalah-masalah tentang kearsipan datang tertangani dengan baik.
Dalam Arsip terdapat 5 daur hidup arsip, yaitu penciptaan, distribusi, penggunaan, pemeliharaan dan pemusnahan, Konsep daur hidup ini menyediakan starting-point yang berguna bagi program manajemen rekod.
Penilaian dan jadwal retensi arsip merupakan kegiatan pada fase yang terakhir yaitu fase disposal. Penilaian arsip akan menentukan kapan suatu arsip harus disusutkan dengan menganalisa seberapa besar nilai guna arsip tersebut.




















Daftar Bibliografi

Image Management: A Records SystemApproach, Ed. 3, Ohio: South-Western Publishing Co.

McKemmish, Sue dalam Keeping Archives. Judith Ellis (Ed.) 2, Australia: D.W. Thorpe, 1993

Jay Kennedy and Cherryl Schauder, Record Management : a Guide for Students and Practitioners of Record Management, Melbourne : Longman, 1994

Betty R Ricks, CRM dkk, Information and Image Mangement, a Records Systems Approach. South-Western Publishing CO.Cincinnati, Ohio. USA., 1992

Perundang-undangan

PP No. 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip

UU No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok kearsipan

Tidak ada komentar: