Selasa, 09 September 2008

DIGITALISASI PERPUSTAKAAN, ANTARA KONSEP PROFIT, NON-PROFIT DAN NOT FOR PROFIT

DIGITALISASI PERPUSTAKAAN, ANTARA KONSEP PROFIT, NON-PROFIT DAN NOT FOR PROFIT

Oleh : Umar Falahul Alam

Program Pascasarjana Ilmu Perpustakaan

Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya

Universitas Indonesia

Pendahuluan

Perpustakaan sebagai wadah yang menyediakan berbagai referensi dan koleksi sumber informasi merupakan sentral rujukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa, peneliti, dosen maupun kaum akademisi. Selain itu perpustakaan juga dapat menjadi tempat pleasure bagi pengguna yang ingin berekreasi di alam maya. Dewasa ini perpustakaan mulai disentuh oleh kecanggihan Teknologi Informasi dan Komunikasi/ICT (information and communication Technology) yang dapat memberikan pelayanan berlebih pada pengguna dengan kemampuannya dalam memberikan pelayanan yang serba cepat dan akurat sejak mulai pendaftaran anggota, peminjaman, pengembalian, maupun dalam pencarian informasi yang dibutuhkannya.

Dengan berbantukan ICT ini juga pustakawan sangat terbantukan dalam melaksanakan house keeping sebagai tugas harian serta dalam memberikan informasi yang serba cepat dan akurat kepada pencari informasi. Dengan begitu bahan pustaka yang tertulis, tercetak dan terekam terbentuk menjadi pusat sumber informasi yang sistematis dan otomatis untuk dayagunakan bagi keperluan pendidikan, penelitian dan rekreasi intelektual pengguna.

Bukan hal yang berlebihan jika dikatakan bahwa informasi merupakan salah satu kebutuhan yang penting dalam kehidupan sekarang ini. Laju perkembangan informasi sendiri ditentukan oleh dua hal, yaitu adanya pengelolaan informasi yang baik dan efektifnya kegiatan tukar-menukar informasi. Untuk itu perpustakaan sebagai induk informasi yang memiliki berbagai macam jenis dokumen baik tercetak seperti buku, jurnal, prosiding, dan sebagainya atau dalam bentuk elektronik seperti audio ataupun audio visual, mau tidak mau harus mengolah informasi yang dimilikinya secara maksimal agar mudah dalam menyimpan dan menemukannya kembali disaat dibutuhkan. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, internet dan elektronika, perpustakaan dapat meluaskan ranah pelayanannya dengan cara membentuk apa yang disebut sebagai Digital Library, atau Perpustakaan Digital. Layanan ini bertumpu pada sebuah sistem yang memiliki berbagai pelayanan dan obyek informasi yang mendukung pemakai yang menggunakan informasi tersebut melalui perangkat digital atau elektronik.

Referensi digital dalam perpustakaan menjadi sangat penting dewasa ini, karena dimungkinkannya seseorang mengakses nya lewat internet. Kemajuan dalam dunia cyber/maya telah memungkinkan seseorang melakukan berbagai aktivitas yang terkoneksi dengan perpustakaan dalam melakukan akses berbagai informasi darimanapun, kapanpun dan informasi apapun itu dengan aman dan nyaman. Itulah mengapa banyak sekali universitas yang mulai mendigitalisasikan koleksi-koleksinya. Sebagai contohnya, belum lama ini, yaitu pada tanggal 8 Nop 2007, Universitas Mulawarman bekerjasama dengan universitas wegeningen mengadakan pelatihan :Training On Digital and Virtual Library For Integrated Coastal Resources Management”, yang memberikan cara, teknik dan metode membuat perpustakaan digital, menggunakan software dan aplikasi mengaplikasannya dalam internet.[1]

Pengertian Digitalasi

Ada beberapa istilah yang digunakan dalam memberikan pengertian perpustakaan digital, seperti perpustakan elektronik, perpustakaan maya, perpustakaan hyper, atau perpustakaan tanpa dinding. Tetapi pada dasarnya, baik perpustakaan konvensional maupun perpustakaan digital itu memiliki esensi yang sama, yaitu sebagai pusat informasi dan menyebarkan informasi itu seluas-luasnya kepada pengguna, yang membedakannya terletak pada proses dan prosedur kerjanya, ialah manual dan berbasis komputer dan internet.

Perpustakaan Digital adalah sebuah perpustakaan yang dalam memberikan layanan dan informasi yang dimilikinya melalui perangkat digital. Lahirnya perpustakaan digital di Indonesia ini disambut baik para pengelola informasi atau pustakawan.

Menurut Sulistyo Basuki (1991), jaringan Informasi adalah suatu sistem terpadu dari badan-badan yang bergerak dalam bidang pengolahan informasi, seperti perpustakaan, pusat dokumentasi, pusat analisis informasi, dan pusat informasi dengan tujuan menyediakan pemasukan data yang relevan tanpa memperhatikan bentuk maupun asal data untuk keperluan masyarakat pemakai.

Dengan merujuk pada definisi jaringan informasi, maka perpustakaan digital memiliki peluang untuk pengembangan jaringan informasi yang relatif lebih baik dari jaringan informasi yang pernah ada sebelumnya. Selain itu, dengan perpustakaan digital dapat lebih memungkinkan terwujudnya kerjasama antar perpustakaan secara lebih luas. Bahkan dengan perpustakaan digital siapapun dari tempat manapun akan dapat lebih mudah untuk mengetahui koleksi yang dimiliki oleh suatu perpustakaan yang jauh dari jangkauan tempat tinggalnya. Adapun dengan terbentuknya jaringan kerjasama antar perpustakaan digital akan lebih memungkinkan lagi terwujudnya penyebaran dan pemanfaatan informasi secara lebih luas, yang pada gilirannya akan mempengaruhi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada suatu masyarakat.

Kebanyakan pustakawan terbuka terhadap perubahan teknologi, tetapi juga masih mengingat fungsi tradisional mereka, yaitu membantu orang untuk mencari informasi,baik dalam bentuk digital atau tercetak. Sosialisasi program perpustakaan digital terhadap para anggota jaringan dan para pengguna itu penting. Dalam hal ini, perlu peningkatan kesadaran akan fungsi utama mereka, yaitu memberikan kemudahan akses pengguna terhadap informasi. Untuk mempermudah akses,pustakawan perlu mendorong pengguna perpustakaan digital untuk melek informasi (information literate). Pengguna perpustakaan yang seperti ini adalah mereka yang sadar kapan memerlukan informasi dan mampu menemukan informasi, mengevaluasinya, danmenggunakan informasi yang dibutuhkannya itu secara efektif dan beretika.

Mengapa Perlu Digitalisasi

Dewasa ini berkembang pesatnya ICT, dan khususnya www, telah memberikan ruang akses informasi seluas-luasnya bagi masyarakat di seluruh dunia, keadaan ini juga terjadi dalam dunia perpustakaan, baik perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan nasional, perpustakaan asosiasi professional dengan beramai-ramai mempopulerkan dan mendirikan perpustakaan digital.

Tujuan utama perpustakaan digital adalah adanya dorongan kemajuan ICT yang memberikan perubahan signifikan dalam menyalurkan, mengakses dan menggunakan informasi. Beberapa dekade yang lalu masyarakat hanya dapat mengandalkan koleksi tercetak dengan cara membelinya di toko buku. Otoritas penerbit sangat besar dalam menyebarkan informasi-informasi itu, dan perpustakaan menjadi kolega bisnis serta berperan besar. Namun dengan adanya teknologi informasi dan komunikasi maka mulai timbul paradigma baru bahwa ketersediaan informasi dapat diakses dimana saja, kapan saja tanpa dibatasi ruang dan waktu (borderless). Paling tidak, ada beberapa keuntungan yang langsung dapat dirasakan oleh masyarakat informasi, yaitu :

a. Dalam segi Layanan

Dalam hal pelayanan pengguna secara manual tradisional waktu yang dibutuhkan untuk melayani 1 orang pengguna jasa perpustakaan dalam pelayanan sirkulasi kurang lebih 3 sampai dengan 5 menit. Sedangkan, apabila menggunakan sistem komputer dibutuhkan waktu kurang dari 30 detik. Hal ini mengindikasikan bahwa perpustakaan yang masih menggunakan sistem konvensional kurang optimal dalam hal pelayanan. Salah satu jawaban atas permasalahan tersebut adalah adanya suatu aplikasi program perpustakaan yang serba komputer (perpustakaan digital). Digitasi perpustakaan merupakan salah satu jawaban terhadap pelayanan sirkulasi dan pelayanan informasi yang selama ini dikeluhkan masyarakat pengguna jasa perpustakaan.

b. Dalam segi Ketersediaan Informasi

Menurut Stanley Chodorow, salah satu hal yang membedakan perpustakaan pada era elektronik dengan sebelumnya adalah bahwa perpustakaan-perpustakaan yang besar sekalipun tidak pernah mampu mengoleksi semua koleksi-koleksi tercetak (baik buku maupun periodical), perpustakaan-perpustakaan besar itu hanya mampu membeli sebagian kecil saja dari total koleksi tercetak yang dibuat pengarang. Dalam era elektronik ini peranan pustakawan telah berubah, dahulu dapat dikatakan bahwa peranan pustakawan dalam menyediakan informasi-informasi pengetahuan begitu besar, sekarang para pustakawan telah kehilangan peranan itu, disebabkan dewasa ini kita dapat melihat informasi-informasi secara langsung dengan internet.[2]

c. Biaya yang dapat diminimalisir

Hampir semua perpustakaan berada dibawah kondisi “under pressure” karena meningkat dan melonjaknya harga jurnal, Penelitian Mllon Foundation menggambarkan bahwa antara tahun 1970-2000 perpus Perguruan Tinggi mengalami ketidakmampuannya dalam membeli jurnal-jurnal baru hingga 90% dari sebelumnya. Perpustakaan umum di negara bagian California juga mengalami kemerosotan dalam hal jumlah jam layanannya, dari tiap seratus kepala keluarga berkurang kunjungannya lebih dari 50 jam dari tahun 1977 sampai tahun 1993.[3]

Sistem elektronik (komputerisasi) telah menawarkan cara agar perpus dapat meningkatkan layanannya disatu pihak dengan meminimalisir biaya di lain pihak. Seperti, mesin fax, tidak dapat dipungkiri telah membuat perpus lebih praktis dalam membeli kopian dari artikel tertentu atau yang dipesan. Tetapi dengan penyimpanan secara digital akan lebih memberikan keuntungan yang jauh lebih besar dan ekonomis. Dan meskipun otomatisasi perpustakaan dalam memberikan layanan informasi terpasang memberikan kemudahan terhadap penggunan, namun perpustaaan digital lebih jauh memberikan peluang kemudahan akses terhadap informasi. Ketika pangkalan data secara full text itu telah tersedia, maka hanya lewat beberapa huruf atau frase saja, tulisan itu dapat diperoleh dengan segera, dan cepat oleh pengguna.

Penyimpanan secara digital berarti bahwa koleksi-koleksi tidak pernah off-shelf, dan itu berarti bahwa koleksi duplikasi akan sama bagus dengan aslinya, tidak perlu khawatir rusaknya fisik media asli, dan lebih dari itu, dengan menjadi informasi elektronik buku itu dapat dikirim lewat kampus seperti halnya perpustakaan konvensional meminjamkannya kepada pengguna. Sehingga pengguna perpustakaan tidak lagi didefinisikan sebagai orang yang berjalan ke pintu perpustakaan.

Semua ini menjadi nyata sejak perpustakaan mulai menggunakan penyimpanan computer. Sekarang merosotnya biaya perlengkapan computer, dikombinasikan dengan naiknya cost pembangunan dan staff, dengan membuat penyimpanan secara digital itu sangat lebih ekonomis. Dalam class project di Cornell, scanning sebuah buku tua membutuhkan biaya lebih dari $30. Ini untuk koleksi yang bahannya mudah pecah dalam scanner. Kertas yang cukup kuat menghabiskan biaya seperempatnya. Biaya untuk ruang disket, seperti disk terpasang, kurang dari $10. Perusahaan disk drive 15 petabytes tahun ini, atau 2,5 megabytes untuk perorang di dunia. Industri Magnetic tape akan mengirim 200 patabytes dari blank tape, cukup untuk mengcover semua kebutuhan Library of congress 900 kali.[4]

Bahkan, biaya untuk pembangunan gedung penyimpanan buku dalam perpustakaan juga terus meningkat. Cornell telah membuat sebuah bangunan gedung baru dengan asumsi biaya $20 per buku. Berkeley $30 per buku. theUniversity Of California San Francisco yang membangun gedung tahan gempa $60 perbuku. Pembangunan gedung the new British Librray berbiaya $75 per buku, di the ne wnwtional library di paris (the Bibliotheque nationale de France) $100 per buku. Biaya-biaya itu dapat diminimalisir dengan cara melakukan program digitalisasi.[5]

a. Elaine Sloan,”The Impact of Information Technologies on the Role of Research Libraries in Teaching and Learning In the United States”. Bibliographic Instruction (BI) atau pengembangan petunjuk penggunaan perpus mengembangkan adanya ide bahwa perpus sebagai pusat pembelajaran (center for teaching) Hal. 19. Tujuan utama BI ini adalah untuk mengajarkan pada civitas akademika, khususnya bagi mahasiswa S1, untuk dapat menggunakan perpustakaan secara efektif. MENURUT TESIS DARI McCLINTOCK, TEKNOLOGI INFORMASI MENYEDIAKAN KESEMPATAN UNTUK MEMBAWA PUSTAKAWANA DAN TEKNOLOG DALAM BIDANG INFORMASI AEBAGAI SATU KESATUAN (KOLABORASI) (HAL. 24)

b. WHAT’S HAPPENING TO THE BOOK?/RICHARD A.LANHAM, Apa yang akan terjadi dengan buku apabila kita berpindah dari zaman cetak ke era informasi elektronik digital?

c. THE IMPACT OF DIGITAL TECHNOLOGY ON LIBRARIES : A CHOTIC REVOLUTION/JERRY D. CAMPBELL. Digital teknologi telah merubah wajah perpustakaan konvensional dalam berbagai aspeknya.

d. MICHAEL LESK : THE FUTURE VALUE OF DIGITAL INFORMATION AND DIGITAL LIBRARIES. Value coming from digital information and what kinds of changes coming about as a result , yaitu pertama, digital libraries are now economically efficient, and the area is booming, ke dua, digital technology offers great advantages for libraries dan ke tiga the adoption of digital information will mean changes in the role of libraries, and in how we manage them. The most important question we must answer is how we will build a self-supporting system of digital information in a world in which libraries will need to cooperate more than they ever have in the past. In the digital world, it matters much less what libraries own and hold on their own shelves. It matters much more what they can access for their patrons. So libraries will be sharing the provision of information, and will have to trade a great many services among themselves. How will we able to arrange things so that libraries can cooperate, rather than fight each other for patrons? How can we establish the value of librarians and library services?

Beberapa keunggulan perpustakaan digital diantaranya adalah sebagai berikut: (1) long distance service, (2) akses yang mudah, (3) murah (cost efective), (4) pemeliharaan koleksi secara digital, (5) jawaban yang tuntas, (6) jaringan global. Keuntungan lain dari peran perpustakaan digital adalah: (1) Manfaat perpustakaan digital diantaranya, (2) sebagai sumber pengetahuan, (3) media penyebaran pengetahuan, (4) untuk penyimpanan (repository), (5) untuk perawatan/preservasi, (6) media promosi/etalase hasil karya civitas akademika, dan (7) mencegah duplikasi dan plagiat.

Digitalisasi Dalam Perpustakaan: kenyataan di Indonesia

Menurut Chowdhury perpustakaan digital merupakan perpustakaan yang paling penting dalam teknologi berbasis web karena peranannya yang besar dalam memberikan akses informasi yang dimilkinya..[6] Sedangkan dari hasil workshop IEEE CAIA dengan tema Workshop on intelligent Access To On-Line Digital Libraries dinyatakan bahwa digital Library adalah berkumpulnya komputasi digital, penyimpanan, dan komunikasi mesin yang bersinergi dengan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk mengolah kembali koleksi dengan memberikan manfaat yang lebih besar terhadap layanan-layanan perpustakaan konvensional,baik menyangkut koleksi tercetaknya atau dalam pekerjaan rutin, seperti pengkoleksian, pengkatalogan, maupun dalam pencarian informasi. Sebuah perpus digital yang full service harus menyempurnakan semua layanan utama perpustakaan tradisional dan juga menggunakan/memanfaatkan keuntungan dalam menyimpan, mencari dan mengkomunikasikan informasi.[7]

Indonesia Digital Library Network, atau Jaringan Perpustakaan Digital Indonesia adalah sebuah inisiatif yang dibuat dalam rangka untuk mempromosikan dan memungkinkan kegiatan berbagi content digital diantara perpustakaan digital yang ada di Indonesia dalam sebuah bentuk jaringan kerjasama.

IndonesiaDLN juga mendorong kegiatan untuk memperkaya public domain content dalam Bahasa Indonesia, diantaranya untuk bahan-bahan yang telah habis masa berlaku hak ciptanya, atau hak ciptanya sengaja diserahkan sebagai milik umum. Kegiatan yang dilakukan dalam IndonesiaDLN diantaranya adalah melakukan riset, menetapkan standard metadata dan interkoneksi antar perpustakaan digital, dan menyediakan infrastruktur untuk memungkinkan pertukaran metadata dan content itu dapat berjalan. Selain itu dalam jaringan ini anggota dapat berbagi praktek-praktek terbaik dalam pengelolaan koleksi digital di masing-masing institusi.[8]

Untuk Mempermudah Akses Informasi
SURABAYA - Universitas Katolik Widya Mandala (Unika WM) kemarin (29/9) meluncurkan perpustakaan digital berisi 2.932 local content (muatan lokal). Perpustakaan digital itu berisi tugas akhir dan skripsi para mahasiswa mulai angkatan 1990/1991 sampai sekarang.

Program digitalisasi muatan lokal tersebut berasal dari tujuh fakultas dan program pascasarjana. Digitalisasi ini tentu dapat makin mempermudah mahasiswa dan mempercepat dalam mengakses informasi.

Kepala Perpustakaan Yacobus Sudaryono mengatakan, program digitalisasi Perpustakaan Unika WM -yang mulai dilakukan sejak Juni silam itu- akan terus dilanjutkan hingga seluruh koleksi tuntas dirangkum. Dengan begitu, operasional perpustakaan menjadi efektif dan efisien.

"Dengan program ini, sekarang satu sumber dapat dibuka oleh banyak mahasiswa. Ruang perpustakaan pun jadi tak terbatas, bisa diakses di mana saja," katanya. Dia memaparkan, selama ini mahasiswa harus antre satu per satu apabila ada sumber telah dipinjam mahasiswa lain. Dengan sistem digital, mahasiswa tinggal mengakses lewat komputer yang tersedia di perpustakaan. Dalam waktu dekat, local content itu juga bisa diakses melalui situs.

Hadir dalam peluncuran kemarin, Kepala Perpustakaan Universitas Kristen (UK) Petra Aditya Nugraha. Dia menyatakan, para mahasiswa akan lebih antusias memanfaatkan perpustakaan dengan metode yang praktis tersebut. Pembuatan digitalisasi Perpustakaan Unika WM tersebut menggunakan sistem scan dan penelusuran soft copy. Bagi mereka yang masih menyimpan soft copy, perpustakaan akan memintanya. Apabila tidak, perpustakaan yang akan bekerja. Mahasiswa kemarin dapat langsung mencoba fasilitas tersebut. Program itu terbuka dalam bentuk pdf sehingga tidak dapat diubah-ubah. "Mahasiswa juga tidak diizinkan mengopi," kata Sudaryono.[9]

http://www.surabayapost.co.id/article.php?id=110&page=1 - Surabaya Post- Program itu akan segera dijalankan setelah menerima bantuan dari Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam proyek TPSDP (Technological and Professional Skills Development Project), selama empat tahun ke depan dengan nilai sekitar Rp 1 miliar. "Kini kami tinggal menunggu kepastian dana bantuan itu turun, prosesnya sudah memasuki tahap akhir, setelah dilakukan peninjauan pada pertengahan Januari lalu," kata Drs Achmad MA, Kepala Perpustakaan ITS, Kamis (7/2) siang.

Dikemukakannya, penerimaan bantuan dari ADB ini adalah kali kedua yang bakal diterima perpustakaan ITS. Sebelumnya melalui program DUE-Like (Development for Undergraduate Education), perpustakaan ITS menerima bantuan sebesar Rp 2,5 miliar selama lima tahun yang digunakan untuk menambah koleksi judul buku yang ada. "Tapi dalam perjalanan, karena Indonesia terkena krisis jumlah Rp 2,5 miliar tidak sepenuhnya cair," katanya.
Dikatakannya, program digitalisasi perpustakaan itu nantinya akan menghubungkan antara perpustakaan yang ada di masing-masing jurusan dengan perpustakaan pusat melalui teknologi intranet, sedang perpustakaan pusat dapat diakses melalui global internet. "Dengan teknologi itu secara otomatis jumlah judul buku yang dapat diakses melalui perpustakaan ITS bertambah menjadi dua kali lipat dari sekarang. Karena teknologi itu nantinya akan menyatukan buku-buku yang selama ini tersebar di berbagai jurusan yang jumlahnya hampir sama dengan yang kini dimiliki perpustakaan ITS sekitar 40 ribu judul buku," katanya.

Teknologi digital itu, katanya menjelaskan, selain akan lebih mempermudah dan mempercepat proses pelayanan, juga akan mempermudah mereka yang memang mencari buku-buku sesuai dengan bidang minat yang diinginkan. "Melalui teknologi itu seseorang tidak perlu lagi misalnya datang ke perpustakaan untuk meminjam buku, padahal bukunya masih dipinjam orang lain. Tapi cukup melihat melalui komputer apakah buku yang ingin dipinjam ada di tempat atau tidak. Kalau ada peminjaman bisa dilakukan melalui komputer, dan kapan akan diambil," katanya.

Angka Kunjungan Achmad juga menjelaskan, dengan teknologi digital yang akan dijalankannya itu, nantinya angka kunjungan perpustakaan tak lagi menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan perpustakaan, karena memang orang tak selalu akan berkunjung ke perpustakaan. Tolok ukurnya akan mengarah pada seberapa banyak buku dipinjam atau ke luar dari perpustakaan.

Dalam proyek digitalisasi perpustakaan itu, Achmad juga menyiapkan rencana untuk membuat tampilan web tiga dimensi dari perpustakaan, di mana orang dapat mengakses tiap-tiap ruang perpustakaan cukup melalui internet. "Misalnya koleksi ruang referensi itu ada apa saja, letaknya di mana dan lain sebagainya. Semuanya cukup diakses melalui tampilan web tiga dimensi. Kalau ini jadi dilaksanakan, maka perpustakaan ITS adalah yang pertama menggunakan teknologi ini di Indonesia," katanya.[10]

Perpustakaan, Kampus B, Unair. Sehubungan dengan bergulirnya upaya pengembangan data base koleksi di lingkungan Universitas Airlangga, UPT Perpustakaan Unair telah melakukan lompatan ke depan. Perpustakaan Unair telah berhasil membangun sistem digitalisasi koleksi yang dimilikinya.

Untuk itu, UPT Perpustakaan Unair mengadakan Soft Opening Sistem Digitalisasi Koleksi Universitas Airlangga pada hari Rabu, 11 Februari 2004 baru lalu. Dalam acara tersebut dipaparkan pengembangan pangkalan data koleksi Unair menuju digitalisasi, berikut soft opening sistem digitalisasi di sana. Turut diundang dalam acara tersebut Asisten Direktur I dan Asisten Direktur II Pascasarjana, Pembantu Dekan I dan Pembantu Dekan III Fakultas, Ketua Lembaga, Kepala Biro, dan Kepala UPT di lingkungan Unair. Sedianya Pembantu Rektor I Unair, Prof. Dr. H. Fasich, Apt. hadir dalam acara soft opening tersebut, namun karena sesuatu hal beliau berhalangan hadir. Sedang keberadaannya diwakilkan pada Pembantu Rektor III Unair, Drs. Suko Hardjono, MS., Apt. Acara itu sendiri diawali sejak pukul 11.00 WIB hingga berakhir sekitar pukul 13.00 WIB bertempat di ruang sidang, lantai III, Perpustakaan Pusat Unair.

Ke depan, semua sistem terhubung yang menghubungkan komunikasi data dan informasi di Perpustakaan Unair, yakni Perpustakaan Kampus A, Kampus B, hingga Kampus C; dihubungkan dalam satu jaringan. Dengan demikian, kita dapat mengakses suatu data/informasi dari dalam perpustakaan atau warga yang telah mempunyai/terjaring dengan jaringan internet di manapun mereka berada.

Adapun bentuk informasi yang didapat adalah berupa buku, artikel-artikel, jurnal, penelitian, serta tugas akhir mahasiswa di lingkungan Unair. Untuk itu UPT Perpustakaan Unair membuka alamat yang dapat dikunjungi, yakni melalui http://www.unair.ac.id lalu memilih link ke arah http://www.lib.unair.ac.id. Atau bisa juga langsung ke alamat http://digilib.unair.ac.id atau http://collection.lib.unair.ac.id atau bisa juga langsung ke alamat http://www.lib.unair.ac.id. Pada masa yang akan datang, diharapkan koleksi-koleksi yang berada baik di fakultas, lembaga, unit, ataupun laboratorium dapat juga diakses melalui jaringan yang dibangun Pepustakaan Unair. Dalam hal ini yang telah turut serta dalam database Catalog Online antara lain: Fakultas Hukum, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Sastra, serta Fakultas Kedokteran. Sedangkan database koleksi yang berasal dari Unit di luar Universitas Airlangga, untuk sementara ini yaitu: RSUD. Dr.Soetomo dan Institute Teknologi Bandung. Lain dari itu, sudah dirintis pula keberadaan portal dari perpustakaan PTN di Jatim. Dan yang sudah siap dalam hal ini selain Perpustakaan Unair sendiri, adalah Perpustakaan Unibraw.

Fasilitas lain yang diberikan oleh Pepustakaan Unair berupa layanan e-mail bagi mahasiswa Unair dengan alamat nama@students.unair.ac.id atau dengan nama@mitra.lib.unair.ac.id yang diperuntukkan bagi para karyawan di lingkungan Unair. Selain itu ada juga forum, yang menyediakan media diskusi antar mahasiswa Unair, luar Unair, serta masyarakat umum yang berminat. Adapaun alamat forum adalah http://forum.lib.unair.ac.id.

Selain itu, dalam website Perpustakaan Unair tersedia Catalog on-line yang dikenal dengan OPAC (Online Public Acces Catalog) yang telah diterapkan pada setiap lantai di Perpustakaan A, B, dan C. Sedang Digital Library berisikan data/informasi abstrak atas koleksi-koleksi terbitan/hasil karya civitas akademika Unair. Ini berisikan hasil penelitian Staf pengajar Unair, tugas akhir mahasiswa S2, maupun hasil disertasi dari mahasiswa S-3 di lingkungan Unair. Terdapat kelebihan, dimana Perpustakaan Unair dengan menggunakan GDL sudah dapat menampilkan abstrak hasil penelitian, sharing knowledge, serta penyediaan sarana promosi.

Dalam memudahkan akses informasi ke pangkalan data di luar Perpustakaan, telah disediakan fasilitas layanan internet bagi civitas akademika. Layanan ini tersebar di ketiga koleksi Perpustakaan Unair, mulai dari Kampus A, B, hingga Kampus C. Fasilitas lain yang sedang dibangun adalah sistem otomasi perpustakaan, khususnya sistem layanan peminjaman dan pengembalian, serta absensi pegawai secara online. Dengan ini diharapkan proses peminjaman dan pengembalian dapat dilaksanakan dengan satu jaringan, sehingga akan lebih memudahkan para pengguna maupun petugas Perpustakaan Unair itu sendiri. Yang digunakan adalah Sistem Otomasi Perpustakaan (SOP), dimana kendala l etak Perpustakaan Kampus A, B,dan C yang berjauhan dapat diatasi. Buku yang dipinjam mahasiswa, baik dari Kampus A, B, maupun C sekalipun, dapat diketahui oleh petugas bagian sirkulasi. Pengguna dapat mengetahui pula apakah suatu buku itu sedang keluar (dipinjam) atau sudah bisa dipinjam. Semua potensi yang ada tersebut, diharapkan dapat terus dikembangkan menuju era pelayanan prima dalam sebuah sistem digitalisasi Perpustakaan yang handal.[11]

Dampak Digitalisasi Bagi Perpustakaan dan Pengguna

Pelaksanaan sistem pembelajaran jarak jauh diharapkan dapat terus membaik dengan layanan on line-nisasi bagi 33 perguruan tinggi. Program layanan yang diberi nama Indonesian Higher Education Network ini digelar atas kerja sama Direktorat Jenderal Dikti dan Telkom.

“Untuk keperluan ini, pemerintah menyediakan dana sebesar Rp 50 miliar untuk program selama enam bulan, sejak Juni lalu,” ujar Dirjen Dikti, Tommy Ilyas di sela-sela acara “Smart Campus Gathering” yang diselenggarakan Telkom di Ciater, Subang, Rabu (29/11).

Program yang melibatkan 33 perguruan tinggi di 33 ibu kota di Indonesia ini diharapkan dapat menjadi salah satu solusi perguruan tinggi dalam menghadapi lingkungan yang hypercompetitive. Dengan adanya program ini, maka setiap kampus yang terhubung dapat menikmati layanan antara lain, teleconference,digital library, dan data sharing yang akan menunjang sistem kuliah jarak jauh atau e-learning.

Saat ini, menurut Tommy, baru 14 kampus yang dapat on line. “Ini juga bisa digunakan untuk mengendalikan penyelenggaraan kelas jarak jauh yang banyak melanggar,” ujar Tommy menambahkan. Sebenarnya, program ini telah direncanakan beberapa tahun lalu. Namun, karena ketidaksiapan masyarakat pendidikan dan masyarakat pada umumnya akan program yang berbasis IT, program ini gagal dilakukan. “Tahun ‘94 kita sudah mencoba melalui digitalisasi perpustakaan,” ujarnya. Pada tahun tersebut, Dikti telah memilih perguruan tinggi yang terbaik di Indonesia. Namun, kenyataannya program ini tidak berjalan.

Pengamat teknologi informasi dan komunikasi, Roy Suryo, mengatakan sudah saatnya kampus melakukan program inherent ini. “Kalau dilihat dari kemampuan, kita tidak ketinggalan. Banyak sumber daya manusia kita yang jago di bidang IT. Sayangnya, pemanfaatannya masih kurang maksimal,” ujarnya. Diharapkan, dengan program ini juga bisa meningkatkan penelitian di kalangan akademisi.

Keberhasilan program ini, menurut Roy, tidak hanya bergantung pada kesiapan SDM di kampus, tetapi juga kesiapan pihak swasta dan pemerintah. Ke depan, pengembangan dari program ini akan selayaknya kurikulum. Perguruan tinggi yang dapat menerapkan program ini dengan baik akan menjadi pola anutan.[12]

Digitalisasi/elektronisasi perpustakaan di Indonesia terbentur masalah hak cipta. Sebab, pencipta buku tidak akan terima apabila karyanya disebarluaskan oleh lembaga perpustakaan melalui internet. Karena itu, digitalisasi perpustakaan tidak secara otomatis menghapus sistem tradisional perpustakaan.

Hal itu dikemukakan Kepala Perpustakaan Universitas Kristen (UK) Petra Henny Linggawati, kepada Bali Post usai berbicara dalam seminar ''Learning Perlu E-Library'' di kampus UK Petra Surabaya, Senin (3/2) kemarin.

''Jadi, e-library belum ganti tradisional perpustakaan. Tetapi hanya melengkapi,'' katanya. Ia menyatakan, sejak 1995 sistem perpustakaan di UK Petra sudah menggunakan internet. Namun, penggunaan internet sebatas pada informasi perpustakaan dan daftar koleksi buku.

Sedangkan yang diakses dalam internet, menurut dia, sebatas karya tulis/skripsi mahasiswa, sejarah gereja, kekuatan jurusan arsitek UK Petra, Surabaya arsitektur kuno, hasil riset mahasiswa dan dosen, laporan proyek pengabdian masyarakat, portofolio civitas akademika dsb.

Ia menyatakan, karya civitas akademika dapat dikembangkan dan dialihwujudkan dalam berbagai bentuk media dan disajikan sebagai produk e-library yang dapat dikomersialkan. Dalam hal ini, dituntut kecakapan pustakawan untuk menguasai teknis pengalihwujudan, kepekaan kebutuhan pasar dan kemampuan memasarkan produk tersebut.

Sedangkan daftar buku yang ada di perpustakaan Petra tidak bisa diakses ke internet hanya untuk menjaga keamanan dari tuntutan pencipta buku. Karena itu, kata dia, perpustakaan UK Petra yang terbesar di Jatim hanya mengakses nama buku dan pengarangnya. ''Kami tidak berani 100 persen menampilkan buku dalam internet. Karena khawatir dituntut penciptanya,'' ungkapnya.

Kecanggihan sistim e-library saat ini sudah dimanfaatkan mahasiswa. Misalnya, mahasiswa jurusan desain komunikasi visual dalam menyelesaikan tugas akhirnya tidak perlu dalam bentuk buku skripsi. Tetapi cukup memberikan disketnya.[13]

Internet menawarkan alternatif baru dalam pemerolehan informasi dan sekaligus penyebarluasan informasi. Jika sebelumnya, informasi berbasis cetak merupakan primadona perpustakaan tradisional, sekarang tersedia format baru dalam bentuk digital melalui Web.Koleksi bahan digital yang ditransmisikan secara elektronik dan disebut perpustakaan digital,keberadaannya semakin penting dalam pemenuhan kebutuhan informasi pengguna.

Pengunaan Internet di suatu perpustakaan dapat dibedakan ke dalam dua jenis. Pertama, penyediaan akses yaitu penyediaan sarana dan prasarana dimana pustakawan dan pengguna perpustakaan dapat menggunakan Internet. Dalam hal ini, perpustakaan menyediakan sejumlah komputer sebagai terminal yang terhubung ke Internet.Penyediaan layanan akses ini bertujuan untuk memungkinkan sivitas akademika dapat memperoleh informasi yang bersumber dari Web, yang diperlukan untuk mendukung kegiatan proses belajar-mengajar dan penelitian. Kegiatan ini pada dasarnya sama dengan penyediaan bahan pustaka cetak yang merupakan kegiatan rutin suatu perpustakaan tradisional. Pengguna dapat melakukan sendiri penelusuran, atau dengan memesan bahan yang mereka perlukan kepada pustakawan. Dalam kaitan ini, pengetahuan dan pengalaman pustakawan dalam penelusuran menjadi sangat penting karena dapat meningkatkan efisiensipustakawan dan pengguna. Pustakawan sesuai dengan peran dasarnya, dalam menyediakanakses Internet dapat bertindak sebagai pembimbing terutama bagi pengguna baru, konsultanseperti layaknya fungsi pustakawan referens, pengawas untuk penggunaan yang tidakproduktif, penelusur berdasarkan pesanan pengguna, diseminator untuk penyebarluasaninformasi tentang bahan Web, dan organisator untuk mengorganisasikan bahan-bahan Web. Kedua, publikasi elektronik yaitu kegiatan untuk mempublikasikan berbagai informasi tentang dan oleh perpustakaan. Dalam hal ini, perpustakaan memiliki dan memelihara sendiri suatu situs Web. Penerbitan Web bertujuan untuk mempublikasikan berbagai informasi tentang perpustakaan dan kegiatannya. Kegiatan ini pada dasarnya samadengan publikasi berbagai selebaran, brosur, pamflet panduan perpustakaan, daftar perolehanbaru, katalog dalam berbagai jenis, dan sebagainya yang biasanya dilakukan oleh sebuahperpustakaan, serta kegiatan publikasi lainnya. Dalam kaitan ini, perpustakaan bertindaksebagai penerbit. Situs perpustakaan memberi peluang baru bagi pustakawan untuk melakukan sesuatu yang sebelumnya tergolong sulit untuk dilakukan. Peluang tersebut diantaranya adalah menerbitkan karya khas sekolah atau perguruan tinggi yang tidak diterbitkan tetapi didokumentasikan di perpustakaan sebagai deposit sekolah atau perguruan tinggi. Karya tersebut antara lain adalah bahan-bahan oleh dan tentang sekolah atau perguruan tinggi, termasuk diantaranya laporan penelitian, karya tulis, makalah seminar, simposium, bahanbahankuliah, dan publikasi sekolah atau perguruan tinggi lainnya. Kegiatan lainnya yangdimungkinkan adalah pelayanan perpanjangan pinjaman sebagai alternatif perpanjanganmelalui telepon, konsultasi antara pengguna dengan pustakawan referens, penyediaanhubungan ke sumberdaya Web lain, penerbitan buletin, dan sebagainya.

Penutup

''Jadi, e-library belum ganti tradisional perpustakaan. Tetapi hanya melengkapi,'' sejak 1995 sistem perpustakaan di UK Petra sudah menggunakan internet. Namun, penggunaan internet sebatas pada informasi perpustakaan dan daftar koleksi buku.

Sedangkan yang diakses dalam internet, menurut dia, sebatas karya tulis/skripsi mahasiswa, sejarah gereja, kekuatan jurusan arsitek UK Petra, Surabaya arsitektur kuno, hasil riset mahasiswa dan dosen, laporan proyek pengabdian masyarakat, portofolio civitas akademika dsb.

Ia menyatakan, karya civitas akademika dapat dikembangkan dan dialihwujudkan dalam berbagai bentuk media dan disajikan sebagai produk e-library yang dapat dikomersialkan. Dalam hal ini, dituntut kecakapan pustakawan untuk menguasai teknis pengalihwujudan, kepekaan kebutuhan pasar dan kemampuan memasarkan produk tersebut.



[1]INTERNATIONAL TRAINING ON DIGITAL AND VIRTUAL LIBRARY (http://e-lib.unmul.ac.id/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=2&artid=6, 21 nop 2007

[2] Stanley Chodorow, “Scholarship, Information, and Libraries in the Electronic Age” dalam DEVELOPMENT OF DIGITAL LIBRARIES : AN AMERICAN PERSPECTIVE, Edited by Deanna B. Marcum, foreword by Kakugyo S. Chiku, Connecticut : Greenwood Press, 2001.(papers presented at the international roundtable for information and library science, kanazawa institute of technology, library center, kanazawa, japan 1995.hlm. 9

[3] Ibid, hlm. 63

[4] Ibid, hlm. 64

[5] Ibid, hlm. 65

[6] G.G. Chowdhury and Sudatta Chowdhury, “Introduction to Digital Libraries”, London : Facet Publishing, 2004,hlm. 2

[7] Ibid, hlm. 6

[9] Minggu, 30 Sept 2007,Unika WM Digitalkan Local content(http://indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=305950, 21 Nop 2007)

[10] Perpustakaan ITS Disiapkan Jadi Digital(http://its.ac.id/berita.php?nomer=411, 21 nop 2007

[11] Soft Opening Sistem Digitalisasi Koleksi Perpustakaan Universitas Airlangga(http://www.warta.unair.ac.id/fokus/index.php?id=91, 21 Nop 2007

[12] Layanan “on line” perbaiki pembelajaran Jarak jauh, oleh :Riyanafirly (4 Des 2006) http://riyanafirly.wordpress.com/2006/12/04/layanan-%E2%80%9Don-line%E2%80%9D-perbaiki-pembelajaran-jarak-jauh/ 21 nop 2007

[13]Elektronisasi Perpustakaan Terbentur Hak Cipta (http://www.balipost.co.id/balipostcetaK/2003/2/4/n1.htm, 21 Nop 2007

Tidak ada komentar: