Senin, 15 Desember 2008

Pustakawan rujukan sebagai intermediary

Dalam dunia perpustakaan layanan rujukan merupakan bagian dari layanan pembaca yang mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam memberikan layanan/jasa terhadap kebutuhan informasi pemustaka. Jasa tersebut biasanya dimanifestasikan dengan usaha-usaha maksimal sebagai bentuk responsif atas pertanyaan dan kebutuhan mendapatkan sebuah informasi seperti melakukan penelusuran untuk menemukan sumber informasi maupun kandungan informasi yang dibutuhkan pemustaka, secara efektif, efisien dan terpercaya. Pengukuran terhadap performance jasa layanan rujukan tidak hanya dapat dilakukan dengan parameter sejauh mana ketepatan jawaban atas pertanyaan pemustaka, namun sebenarnya lebih jauh lagi layanan rujukan bahkan berfungsi sebagai pelayanan konsultasi atas penelitian-penelitian yang dilakukan pemustaka dengan cara memberikan panduan maupun saran-saran konstruktif terkait dengan proses dan strategi penelusuran akan keberadaan sumber informasi dan informasi yang relevan dengan tema penelitian pemustaka.
Dengan perkembangan teknologi informasi dewasa ini peran pustakawan rujukan mengalami perkembangan yang menarik, yaitu suatu perkembangan performence layanan dengan menyesuaikan situasi riil yang diakibatkan dari dampak banjirnya informasi, khususnya dengan informasi-informasi yang terekam dalam dunia web maupun oleh banyaknya search engine yang tersedia. Pustakawan layanan rujukan merupakan jembatan atau mediator yang menghubungkan antara pemakai perpustakaan (pemustaka) dan informasi. Dengan membanjirnya informasi seperti saat ini pustakawan rujukan harus berupaya untuk melakukan perubahan paradigma layanan, dikarenakan informasi-informasi yang dikemas sekarang ini begitu dekat dan mudah didapatkan. Namun mudah didapat tidak berarti layak sebagai sumber informasi dan menyadapnya sebagai bentuk sitiran tanpa melihat dan mengevaluasi informasi yang diperolehnya tersebut. Banyak faktor yang menyebabkan informasi menjadi tidak atau kurang bermanfaat, karena sumber dari informasi tersebut tidak kredibel, atau tidak memiliki otoritas yang kuat. Dalam ranah seperti kasus inilah peranan pustakawan rujukan menjadi sangat penting dan dipertaruhkan. Menurut Grogan (1991:53-54), hal-hal vital yang perlu diperhatikan oleh pustakawan rujukan menyangkut beberapa aspek, yaitu : pertama masalah informasi apa yang dihadapi pemustaka, kedua bagaimana kebutuhan informasi pemustaka, ketiga pertanyaan-pertanyaan dalam menggali lebih dalam terhadap informasi yang benar-benar sesuai dengan pemustaka, keempat penanganan dalam melakukan prosedur dan pola penelusuran, kelima memberikan jawaban dan tanggapan atas informasi dan sumber informasi kepada pemustaka.

Adakah Pustakawan Rujukan
Pembicaraan tentang peran pustakawan rujukan sebagai perantara/intermediary mendatangkan konsekwensi logis bahwa pustakawan ini dituntut untuk memahami dan mengenal betul dengan seluk beluk informasi, penanganan terhadap informasi tersebut dan bagaimana mendapatkan informasi serta dimana informasi tersebut berada. Berbagai pemikiran tentang peran pustakawan sebagai perantara (intermediary) telah banyak didiskusikan oleh banyak ahli, Meadow (1992) menjelaskan bahwa intermediary merupakan usaha konsultasi bagi pemustaka untuk mendapatkan informasi yang dubutuhkannya. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebagai agen mediasi/perantara pustakawan rujukan perlu memiliki keahlian dan ketarampilan khusus, diantaranya adalah memahami database yang ada, mengetahui isi dan struktur database, mengetahui prosedur penelusuran dan komunikasi, mengetahui dan dapat menggunakan fungsi-fungsi postprocessing, dan memiliki keterampilan berkomunikasi untuk mendapatkan keinginan pemustaka yang sebenarnya dari informasi yang dibutuhkannya.
Ada beberapa pandangan riil menyangkut pustakawan rujukan dan koleksi-koleksi referensi. Selama ini dalam pandangan penulis, nampaknya pada beberapa (untuk menghindari penyebutan banyak) perpustakaan perguruan tinggi, keberadaan pustakawan rujukan hampir tidak ada. Kalaupun ada peranan atau andil terhadap kebutuhan informasi pemustaka sangat minim. Pandangan ini akan banyak ditemukan di berbagai perpustakaan, baik dilihat dari aspek staf yang ditempatkan disana ataupun lokasi koleksi referensi tersebut berada. Padahal sebenarnya pustakawan rujukan merupakan basis utama dari pelayanan prima yang seharusnya ada dalam sebuah perpustakaan, serta menjadi ruang sentral dimana pemustaka dapat dengan mudah meminta bantuan dari hanya sekedar bertanya tentang informasi umum sampai pada meminta bantuan untuk mendapatkan informasi secara spesifik. Yang menjadi ironi adalah bahwa kebanyakan yang bertugas di koleksi rujukan hanyalah staf administrasi biasa dan bertanggungjawab terhadap sirkulasi koleksi referensi tersebut. Selain itu lokasi koleksi referensi biasanya juga belum ditempatkan secara proporsional. Sebagai barometer layanan perpustakaan seharusnya koleksi ini ditempatkan di lokasi yang paling strategis, bukan di lokasi dimana seorang pemustaka menjadi malas memasukinya.
Dalam era teknologi informasi seperti dewasa ini, pertanyaan-pertanyaan umum yang biasanya ditujukan kepada pustakawan rujukan, oleh pemustaka seringkali sudah dialihkan kepada bentuk pencarian informasi lewat search engine (mesin pencari) di internet. Bahkan informasi-informasi secara spesifik juga sudah dapat dihandle oleh kekuatan dan kepintaran search engine ini. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah koleksi referensi dalam bentuk tercetak dengan demikian benar-benar ditinggalkan pemustaka? Dan bagaimana dengan peran pustakawan rujukan?
Dalam wawancara singkat dengan pustakawan rujukan di UPT perpustakaan UI pada waktu yang lalu dapat dilaporkan bahwa, pemanfaatan oleh pengguna di UPT Perpustakaan terhadap koleksi referens bervariatif (sampai pada wawancara ini jumlah koleksi referensi berjumlah 6910 judul/7832 eksemplar). Hal ini dapat dilihat dari setiap melakukan reserve (penyimpanan) kembali ke rak), menurut pustakawan yang ada di ruang referens ini, setiap harinya dilakukan pendataan koleksi yang digunakan, dengan mendata koleksi yang ada dimeja. Pada statistik penggunaan koleksi referens dapat disimpulkan bahwa secara garis besar (menurut kelasnya) semua koleksi dipergunakan setiap bulannya. Meskipun secara spesifik tidak disebutkan identitas bukunya (judul maupun pengarangnya), melainkan kelas buku secara umum.
Dari data statistik tersebut, terlihat bahwa koleksi referens kurang dimanfaatkan oleh pengguna. Rata-rata jumlah buku yang dimanfaatkan perbulan reratanya 30 judul, sehingga bila dihitung rata-rata per hari hanya 10 judul. Apabila dibandingkan dengan jumlah pengunjung perpustakaan yang rata-rata perhari mencapai 2000 orang, maka pemanfaatan koleksi referens sangat tidak optimal.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pustakawan referens dan sejumlah pemustaka, kurang dimanfaatkannya koleksi referens ini disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut :
1. Koleksi referens yang ada di Perpustakaan UI kurang up-to-date. Banyak ensiklopedi, kamus dan bahan rujukan lain yang edisi barunya sudah ada di pasaran, tetapi yang dikoleksi oleh perpustakaan adalah edisi lama. Seperti The New Encilopedia Brittanica yang sudah ada edisi 2007, tetapi yang dimiliki oleh perpustakaan adalah edisi 1998.
2. Beralihnya pemakai ke sumber online. Untuk pertanyaan rujukan sederhana, pemustaka lebih cenderung memanfaatkan sumber-sumber online yang cukup banyak tersedia dan mudah diperoleh.
3. Kurangnya promosi layanan referens. Ini terlihat dari promosi yang ada di lantai dasar, yang lebih menonjolkan koleksi database online dibanding koleksi yang tercetak, termasuk di dalamnya koleksi referens. Demikian halnya dengan koleksi CD-ROM yang masuk koleksi referens sangat jarang dimanfaatkan karena pengguna tidak tahu adanya koleksi tersebut. Juga tidak terlihat adanya terminal yang dapat digunakan untuk memanfaatkan kolesi CD-ROM tersebut. Disamping itu, koleksi CD-ROM ditempatkan di tempat yang kurang strategis dan tidak terlihat oleh pemustaka.
4. Letak koleksi referens yang sulit di jangkau. Idealnya koleksi referens berada di lantai dasar atau dibagian depan dari perpustakaan, sehingga layanan ini dapat secara cepat diperoleh oleh pemustaka. Layanan rujukan merupakan layanan informasi singkat yang pemustaka membutuhkan jawaban yang singkat, jelas dan cepat.

Akankah posisi pustakawan rujukan akan tergeser oleh search engine?
Ledakan informasi akibat perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi yang terjadi dewasa ini menyebabkan ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat, akibatnya kebutuhan pemakai perpustakaan terhadap kebutuhan akan informasi juga mengalami peningkatan yang signifikan. Situasi seperti ini harus dapat diantisipasi oleh perpustakaan dalam melakukan identifikasi terhadap kebutuhan informasi dari pemakai, perpustakaan tidak dapat lagi bersikap pasif menunggu pemakai tetapi harus secara aktif mampu menawarkan informasi yang sesuai dengan minat pemustaka dan memberi kemudahan akses ke berbagai sumber informasi. Kehadiran internet apakah dipandang sebagai ancaman terhadap peran pustakawan rujukan? Menurut Siecert, 1998:245) seperti yang diungkapkan oleh Mirmani dalam salah satu penelitiannya, tidak semua pustakawan bersikap positif terhadap perkembangan teknologi ini, sikap ini muncul dari rasa kehwatiran yang dapat membawanya pada sifat defensive behaviour (tingkah laku bertahan), termasuk gejala fisik, juga rasa takut yang disengaja atau kekacauan dalam diri. Internet adalah belantara informasi yang luas dan seakan telah menjadi dunia paralel dari dunia fisik manusia sendiri. Sebagaimana dinyatakan oleh Hardi, Harriet Shalat, seorang pustakawan rujukan di New York Public library Amerika Serikat mengungkapkan , saat ini sudah terbentuk pandangan di mata publik Amerika yang mengasumsikan bahwa sesuatu yang tidak dapat ditemukan di internet berarti memang tidak eksis.
Tantangan yang paling menonjol bagi pustakawan rujukan adalah upaya-upaya mengantisipasi membanjirnya informasi ini, bukan tidak mungkin banyaknya informasi yang mudah diakses malah mengakibatkan sampah informasi dan tidak berguna sama sekali. Karenanya pustakawan rujukan sebagai fasilitator antara pemustaka dan keberadaan informasi perlu melakukan semacam saringan atau filterisasi terhadap pola pencarian informasi di internet yang bertanggung jawab dan efisien.
Secara konvensional selama ini pustakawan rujukan memiliki beberapa tugas layanan seperti :
a. Layanan Informasi
o Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat umum atau informatif
o Memperkenalkan koleksi referensi dan informasi yang terkandung di dalamnya serta cara pemanfaatannya.
b. Bimbingan
o Membantu memilih bahan-bahan referensi yang sesuai dengan kebutuhan pemustaka
o Menganjurkan jenis-jenis bahan bacaan yang sesui dengan kebutuhan pemustaka, baik dari segi pendidikan, jenis kelamin, maupun dari segi umur
o Menyelenggarakan pameran
o Menyelenggarakan orientasi perpustakaan
o Menyusun path finder (buku pedoman yang berisi buku-buku rujukan dalam bidang kajian tertentu di perpustakaan tertentu, disertai dengan kelemahan dan kekurangannya).
o Jasa pengikdeksan dan abstrak
o Memberikan jasa referal
o Dan lain-lainnya
Dalam hal ini, jasa dan layanan pustakawan rujukan meliputi, pemberian informasi umum, penyediaan informasi khusus, bantuan penelusuran literatur, bantuan penggunaan katalog, dan bantuan penggunaan buku referen. Oleh karena itu pustakawan rujukan dituntut untuk memiliki kemampuan dalam berinteraksi dan melangsungkan komunikasi yang intensif dengan pemustaka. Menurut standar RUSA (2003), pustakawan rujukan harus memiliki persyaratan sebagai berikut : approachability (mampu melakukan pendekatan secara intensif terhadap pemustaka), interest (memiliki kepedulian dan minat yang tinggi terhadap informasi), listening/inquiring(memiliki kesediaan untuk mendengarkan dengan baik terhadap permasalahan yang dialami oleh pemustaka), searching (memiliki kemampuan untuk melakukan penelusuran terhadap sumber-sumber informasi), follow up (memiliki kepedulian untuk terus melakukan usaha tindakan lanjut terhadap sumber informasi yang dibutuhkan pemustaka).
Perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi memberikan konsekwensi logis bagi pustakawan rujukan untuk meningkatkan pelayanannya dengan menawarkan jasa seperti jasa penelusuran terpasang (online searching). Perpustakaan sebagai pusat informasi baik tercetak maupun virtual/elektronik, mau tidak mau harus mengikuti perkembangan teknologi informasi ini. Kecenderungan pemustaka sekarang ini dengan melihat maraknya pemustaka yang mengakses internet ketimbang melakukan pencarian informasi di sumber-sumber informasi tercetak, merupakan fenomena yang tak bisa dihindari. Meskipun disatu sisi apakah internet sudah mewakili kehausan pemustaka dalam memenuhi kebutuhan akan informasinya merupakan sesuatu hal lain yang perlu dikritisi.
Saat ini banyak orang yang berpikir bahwa Google dan wikipedia bisa menjawab semua kebutuhan yang diperlukan dalam riset. Google memang menawarkan pencarian dengan perolehan yang sangat cepat, dan banyak khalayak yang menjadi sangat ketergantungan terhadap Google. Sebenarnya search engine seperti Google tidak dilengkapi filter dalam pengumpulan informasi yang diinginkan oleh pengguna. Menurut Hardi dalam salah satu tulisannya disitir bahwa ketika Google melakukan penelitian pada tahun 2002 hasil yang didapatkan adalah bahwa ternyata hampir 85% pengguna Google hanya melihat hasil perolehan search engine pada halaman pertama saja. Memang pada hekekatnya Google, dan search engine lainnya dan juga wikipedia bukanlah alat satu-satunya untuk melakukan penelitian secara akademik. Namun tempat dan sumber yang paling relevan untuk melakukan penelitian adalah perpustakaan. Apalagi sekarang ini perpustakaan-perpustakaan sudah mulai mengembangkan perpustakaan digital, local content sebagai khazanah ilmu pengetahuan yang berkelanjutan merupakan dasar dan pijakan sumber informasi yang paling baik dan relevan. Hal ini disebabkan bahwa dengan menggunakan kata kunci tertentu untuk mencari topik pada search engine, sering mendapatkan informasi yang seringkali bias, apalagi halaman web selalu berubah setiap waktu, informasinya juga tidak sepenuhnya valid. Jadi search engine seharusnya digunakan sebagai alat bantu dan pelengkap dalam melakukan penelitian.
Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa search engine merupakan wahana baru yang sangat urgen dalam pengelolaan informasi di perpustakaan. Search engine saat ini banyak digunakan oleh pustakawan rujukan sebagai sarana penelusuran informasi. Menurut Hardi, ada dua keahlian sebagai syarat mutlak daam menggunakan fasilitas search engine ini, pertama dapat mengartikulasikan strategi penelusuran dari sisi pemilihan istilah, penggabungan konsep maupun sintaksisnya. Kedua, mengetahui pilihan search engine yang tepat yang sesuai dengan kebutuhan informasi yang dicarinya. Dengan demikian pustakawan rujukan dan search engine merupakan senyawa yang saling berkolaborasi dalam memberikan informasi seluas-luasnya serta sangat efektif kepada pengguna.
Kesimpulan
Pustakawan rujukan dalam kapasitasnya sebagai perantara/intermediary antara pemustaka dan informasi memainkan peranan yang sangat penting. Pencarian berdasarkan printed materials maupun elektronik seperti dewasa ini tetap melibatkan peran pustakawan rujukan. Meskipun ada kecenderungan pencarian informasi oleh pemustaka terhadap informasi secara elektronik sangat meningkat, namun informasi-informasi dalam printed materials tidak dapat ditinggalkan. Bahkan tanpa didasari oleh keahlian dan kecakapan pemustaka terhadap pola pencarian informasi di internet secara benar, pemustaka bisa tersesat dalam lautan informasi yang tersedia. Disinilah pustakawan rujukan akan selalu bisa memainkan peranan pentingnya dengan memberikan saran-saran dan konsultasi kepada pemustaka dengan memberikan pola-pola pencarian yang bermanfaat, efektif, efisien dan bertanggung jawab.
Dampak yang ditimbulkan akibat perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi dengan maraknya informasi dalam web dan tersedianya banyak search engine, kedudukan pustakawan rujukan tidak dapat dihilangkan. Bahkan akibat perkembangan yang baik ini pustakawan rujukan dituntut untuk meningkatkan performanya dalam memberikan jasa dan layanan kepada para pemustaka. Oleh karenanya kemampuan pustakawan rujukan untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi perlu ditingkatkan dengan mewujudkan literate person, baik literate dalam media, dalam komputer, dan lain-lainnya. Dengan demikian meskipun dalam pandangan penulis peranan staf perpustakaan di ruang referensi sangat tidak maksimal, usaha untuk memantapkan peranan pustakawan rujukan yang ideal akan menghasilkan informasi-informasi sebagai layanan rujukan kepada pemustaka akan lebih valid, terpercaya dan penuh otorisasi







Daftar bibliografi

1.Beni, Romanus, (1998). Peran Pustakawan sebagai Intermediary Dalam Penelusuran Terpasang (On Line Searching); Jurnal Ilmu Informasi, Perpustakaan dan Kearsipan, 1 (1) September

2.Grogan, Denis, (1991) Practical Reference work, london : Library Association Publihing

3.Hardi, Wisnu, Mengukur kinerja search engine ,http://72.14.235.132/search?q=cache:-G6eiBrhifoJ:eprints.rclis.org/archive/00011208/01/Search_engine_article.pdf+%22pustakawan+rujukan%22&hl=id&ct=clnk&cd=1&gl=id, diakses pada tanggal 6 Desember 2008

4.Meadow, Charles T. (1992). Text Information Retrieval System.San Diego: Academic Press.

5.Mirmani, Anon. (199). Pemanfaatan dan Dampak Teknologi Komputer Terhada Jasa layanan Informasi:Suatu sikap dan Tanggapan PustakawanPerguruan Tinggi. Lembaga Penelitin UI

6.Reference and User ServiceAssociation.(2003)”professional Competencies for Reference and and user service. http//www.ala.org.ala/rusa/professionaltolls/referenceguidline/ALAprofessionalcompetenciesforreferenceanduserservice.htm, diakses pada tanggal 6 Desember 2008